Jumat, 26 Agustus 2016

PENGOLAHAN BENIH TOMAT DAN UJI VIABILITAS ATAU VIGOR BENIH

 BAB 1. PENDAHULUAN

Salah satu kegiatan dalam proses ekstraksi benih adalah fermentasi buah yang telah matang fisiolgis. Dimana benih yang telah dipisahkan dari daging buahnya, dimasukkan ke dalam wadah ditambah dengan sedikit air, wadah ditutup dan disimpan selama beberapa hari. Selama fermentasi pulp atau lendir perlu diaduk guna memisahkan benih dari massa pulp dan mencegah timbulnya cendawan. Setelah benih difermentasi benih dicuci dengan  air  bersih  hingga  semua zat  penghambat  hilang,  yang  ditandai dengan permukaan benih yang sudah tidak licin. Namun terkadang masih saja ada pulp yang masih melekat pada benih sehingga perlu pembersihan lebih lanjut.

Fermentasi saja dirasa tidak cukup untuk membersihkan benih dari sisa-sisa pulp yang masih menempel pada benih. Oleh karena itu perlu perlakuan tambahan agar benih benar-benar bersih. Asam klorida (HCl) merupakan zat yang biasa digunakan untuk membersihkan noda atau kotoran yang membandel pada pakaian dan dapat membunuh bakteri. HCl sangat mudah dijumpai dipasaran  dan  merupakan  bahan  aktif  dari  Bayclin.  Sebagaimana  diketahui bayclin merupakan cairan pemutih yang bersifat desinfectan. Pada kegiatan ini bayclin  akan digunakan untuk  mencuci benih tomat  setelah proses fermentasi selesai guna memperbaiki penampilan benih agar terlihat bersih dan sekaligus menghilangkan cendawan dan bakteri yang mungkin masih menempel pada benih. Hilangnya kotoran pada benih akan mengurangi kemungkinan kerusakan akibat bakteri dan cendawan selama masa penyimpanan benih. Apabila Bayclin efektif dalam meningkatkan kualitas fisik benih maka perlu dilihat juga apakah ada pengaruhnya terhadap viabilitas benih. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas  pengaturan  lama  fermentasi  dan  penggunaan  HCl  saat  mencuci benih tomat terhadap peningkatan mutu fisik benih tanpa mempengaruhi viabilitas benihnya.

 

1.2 Tujuan

1. Mengetahui pengolahan benih tomat (berlendir)

2. Mengetahui Prosentase hasil benih yang akan dihasilkan

 

BAB 3. METODELOGI 

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pasca panen dan pengemasan acara praktikum pengolahan benih tomat tanggal 26 Agustus 2016, dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Politeknik Negeri Jember.

 

3.2 Alat dan Bahan

1.      Buah tomat masak fisiologi

2.      Air

3.      HCl

4.      Pisau

5.      Timbangan

6.      Saringan

7.      Kertas

8.      Gelas ukur

 

3.3 Langkah Kerja

3.3.1 pengolahan secara langsung

a)      Pisahkan biji tomat dari buahnya

b)      Cuci dengan hingga lendir pada biji sampai bersih

c)      Keringkan hingga kadar air 7-10%

3.3.1 pengolahan secara fermentasi

a)      Pisahkan biji tomat dari buahnya

b)      Biji difermentasi selama 24 jam

c)      Biji yang telah difermentasi dicuci hingga bersih.

d)     Biji dikeringkan hingga kadar air 7-10%

3.3.3 pengolahan menggunakan HCl

a)      Pisahkan biji tomat dari buahnya

b)      Rendam biji tomat pada perlakuan HCl 5%. 10%. 20% selama 30 menit.

c)      Cuci biji hingga bersih dan Keringkan hingga kadar air 7-10%.

 

BAB 4. PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Tabel 1. Hasil Pengamatan Perlakuan Benih Tomat

Perlakuan

Berat

Warna

Daya Kecambah

Tanpa Perlakuan

4,3 gram

Kuning kecoklatan

12 >< 48%

Fermentasi

2,5 gram

Abu-abu muda

8 >< 32%

HCl 5%

2,7 gram

Abu kekuningan

5 >< 20 %

HCl 10%

4 gram

Abu-abu muda

6 >< 24%

HCl 20%

4 gram

Abu-abu cerah

3 >< 12%

 keterangan: data hasil pengamatan di lab TPB

 


Tomat Tanpa perlakuan dan Tomat Fermentasi
(dok. pribadi)


Tomat dengan HCl 5%, 10% dan 20% (kearah kanan)(dok. pribadi)

uji viabilitas benih sesuai perlakuan:

Tomat Fermentasi (dok. pribadi)

Tomat Tanpa Perlakuan(dok. pribadi)

Tomat HCl 5%(dok. pribadi)

Tomat HCl 10%(dok. pribadi)


Tomat HCl 20%(dok. pribadi)

4.2 Keadaan Fisik Benih Tomat

Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa perlakuan yang berbeda dengan kontrol baik  pada  parameter daya  berkecambah  benih maupun berat. Hal ini menunjukkan bahwa fermentasi benih hingga 24 jam dan pencucian benih menggunakan HCl 5%-20%  menyebabkan kerusakan pada benih yang ditunjukkan dengan  adanya penurunan daya berkecambah  benih. 

4.2 Daya Berkecambah

Tabel 1  menunjukkan  bahwa  hasil  daya  berkecambah  cukup  fluktuatif untuk setiap perlakuan. Daya berkecambah tertinggi dihasilkan oleh tanpa perlakuan kemudian fermentasi selama 24 jam dan pada perlakuan pencucian benih dengan HCl 10%.

Benih tomat  berasal dari jenis tanaman buah berdaging dan berair (Wet Fleshly  Fruit),  oleh  karena  itu  memerlukan  metode  ekstraksi  dan  perawatan khusus   sebelum   benih   siap   dikeringkan.   Zat   penghambat   perkecambahan (inhibitor) yang menyelimuti permukaan benih harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum dikeringkan (Kuswanto,  2005)  pernyataan  ini  juga disampaikan oleh Sutopo (2002) dalam bukunya Teknologi Benih menyebutkan bahwa banyak zat  yang  diketahui  dapat  menghambat  perkecambahan  salah  satunya  adalah bahan-bahan yang terkandung dalam cairan buah yang melapisi biji tomat dan ketimun.

Teknologi  pengolahan  benih  merupakan  faktor  essensial  dalam menentukan benih hasil panen layak atau tidak dipasarkan. Melalui proses pengolahan benih yang tepat, maka hasil yang didapatkan akan lebih maksimal dan benih layak dipasarkan ke konsumen sehingga nilai produksi untuk industri benih akan meningkat secara tidak langsung. Melalui perlakuan fermentasi selama 24  jam dan pencucian  benih  dengan  HCl  10%  diduga  mampu menghilangkan zat  penghambat  perkecambahan yang terdapat  pada  pulp yang melapisi biji tomat sehingga dapat meningkatkan daya berkecambah. Selama kegiatan terlihat adanya perubahan yang cukup signifikan dari lamanya fermentasi yaitu semakin lama benih tersebut difermentasikan maka semakin mudah ia dipisahkan dari pulp-nya. Sedangkan perubahan yang cukup signifikan dari perendaman dalam larutan HCl adalah terjadinya perubahan warna dari kusam untuk benih yang tidak direndam menjadi putih untuk benih yang


direndam (sesuai Gambar). Hal ini dapat meningkatkan mutu fisik dari aspek warna sehingga tampilan benih menjadi lebih  menarik.  Selain itu benih yang kusam diduga masih mengandung sisa pulp yang dikemudian hari dapat menumbuhkan cendawan pada benih bila kondisi kelembaban sekitar benih menjadi tinggi. Sedangkan benih yang putih dapat dipastikan lebih bersih dari sisa-sisa pulp yang menempel.

 




 

 

Gambar 1. Benih setelah dicuci dengan perlakuan (kanan) dan Pencucian benih tanpa perlakuan (kiri). Benih yang direndam dengan perlakuan tampak lebih terang dan yang tidak direndam tampak lebih kusam

 

Pada  beberapa  benih  rekalsitrant  dilaporkan  bahwa  peningkatan  lama perendaman pada proses fermentasi dapat meningkatkan vigor benih (Murniati dan Rostiati, 1999). Lama fermentasi berkaitan dengan tingkat kebersihan pulp yang menempel pada benih. Pembersihan pulp dari benih pada saat prosessing merupakan kegiatan yang sangat penting. Pulp yang masih menempel pada benih akan menjadi sumber berkembangnya penyakit terbawa benih dan pada akhirnya menyebabkan vigor benih menjadi rendah. Terutama bila prosessing terjadi pada musim hujan dimana benih tidak segera kering setelah dicuci. Menurut Hasanah dalam Pulungan et al.(2014) vigor benih erat kaitannya dengan pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Benih yang memiliki viabilitas dan vigor yang baik akan menghasilkan tanaman normal maksimum, dan menurut Sutopo dalam Pulungan et al (2014) melalui penggunaan benih yang bervigor tinggi akan dicapai produksi tanaman yang tinggi pula. Berdasarkan  Tabel  3  peningkatan  indeks  vigor  terjadi  karena  adanya peningkatan lamanya waktu fermentasi. Sedangkan pada pencucian benih dengan bayclin yang berbahan aktif Natrium Hipoklorit tidak menunjukkan adanya peningkatan  indeks  vigor.  Vigor  diartikan  sebagai  kemampuan  benih  untuk tumbuh pada  lingkungan  suboptimal.  Menurut  Sadjad  dalam  Immawati et  al. (2013), tanaman dengan tingkat vigor tinggi dapat dilihat dari keragaan fenotip kecambahnya. Justice dan Louis dalam Pulungan et al (2014) menyatakan bahwa indeks vigor berhubungan dengan kekuatan benih atau kekuatan kecambah yakni kemampuan benih untuk menghasilkan perakaran dan pucuk yang kuat pada kondisi yang menguntungkan dan bebas mikroorganisme.


BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Semakin  lama  waktu  dibutuhkan  untuk  fermentasi  maka  lendir atau pulp  akan semakin mudah dipisahkan dari benih. Benih yang bersih dari pulp akan terhindar dari kontaminasi penyakit meskipun disimpan dalam waktu yang cukup lama. Pencucian benih menggunakan larutan dapat memperbaiki sifat fisik  benih  tomat  sehingga  warna  menjadi  lebih  cerah  tanpa  mengakibatkan penurunan viabilitas dan vigor benih adalah kegiatan yang perlu duji kembali. Perlu  dilakukan  pengujian  lama  penyimpanan  untuk  mengetahui  lebih lanjut pengaruh penggunaan bayclin terhadap vigor dan viabilitas benih.


DAFTAR PUSTAKA

 

Avivi, S. 2005. Pengaruh Perlakuan Sortasi, Natrium Hipoklorot dan Fungisida Pada   Kacang   Tanah   Untuk   Mengeliminasi  Kontaminasi   Aspergilus Flavus.  J. HPT Tropika. Vol.5, No. 1, Hal: 58-65.

 

Ilyas. S. 2009. Teknologi Produksi Benih Sayuran. Materi mata kuliah  tanaman sayuran,   mayor   agronomi   dan   hortikultura.   IPB.   Semester   genap

2008/2009.

 

Immawati, D. R., Purwanti, S., Dan Prajitno, D. 2013 Daya Simpan Benih Kedelai Hitam (Glycine Max (L) Merrill) Hasil Tumpangsari Dengan Sorgum Manis (Shorgum Bicolor (L) Moench). Vegetalika Vol.2, No.4, hal: 25-34.

 

Karavina, C., Chihiya, J., Tigere, T. A. and Musango, R. 2009. Assessing the Effects of Fermentation Time on Tomato (Lycopersicon lycopersicum Mill) Seed Viability. Journal of Sustainable Development  in Africa. Vol. 10, No.4, p: 106-112.

 

Mc  Donald,  MB.  And  L.O.  Copeland.  1985.  Principles  of  seed  Science  and Technology. Macrnillan Publish Co. 321 page.